Lima: Suguhan dari Hati

5 (Lima)

Saya mencintai indonesia karena...
teh manis dan camilan.


"Because we somehow like to host and like to share. Or at least that is how I was raised in my culture."

Begitulah kira-kira jawaban saya kepada seorang teman warga negara asing yang terkesima dengan kami, komunitas orang-orang Indonesia di Belanda yang tidak pernah segan menawari siapapun untuk berbagi makan makan malam, atau membuatkan mereka sesuatu.

Teh manis dan camilan selalu muncul di benak saya ketika menggambarkan Indonesia dan ciri khas masyarakatnya yang ramah pada tamu. Istilahnya, baik tamu yang diundang, maupun yang tak diundang, sesuatu pasti selalu 'disuguhkan'. Rumah-rumah tangga hingga sudah terbiasa untuk memiliki kotak-kotak tempat makanan ringan yang akan selalu diisi dengan kripik atau kacang-kacangan, yang ditempatkan di meja-meja ruang tamunya. Bagi saya, seperti sebuah pernyataan bahwa kedatangan tamu selalu dinantikan dan diterima dengan senang hati.

Saya tidak pernah lupa pengalaman Kuliah Kerja Nyata di sebuah desa kecil di Klaten beberapa tahun yang lalu. Hampir di setiap rumah yang kami kunjungi, bukan hanya teh manis dan camilan yang muncul, namun juga berbagai macam hasil panen mereka, mulai dari singkong, jagung, pisang, sampai kelapa utuh. Terharu sekali rasanya, karena rumah-rumah mereka yang kami kunjungi bahkan masih beralaskan tanah, dan memasak pun masih menggunakan kayu. Mereka jelas hidup jauh dari berkecukupan. Namun siapapun yang berkunjung ke rumah mereka, selalu disambut ramah dengan 'suguhan'.

Hari pertama saya tiba lagi di Indonesia setelah dua tahun di Benua Eropa, tiga pekerja sedang melakukan pekerjaan instalasi mebel di rumah kami. Tiga cangkir teh manis dan sepiring pisang goreng ada di atas meja. Yumah, pembantu rumah tangga kami yang sudah kami anggap sebagai bagian dari keluarga, sedang menyiapkan camilan berikutnya, bakwan jagung.

Ahhh.. saya tak dapat menahan senyum dan tangis haru. Ya, saya benar-benar telah tiba di Tanah Air, di rumah tercinta. Sejauh apapun saya meninggalkan Tanah Air, selamanya saya akan bangga menjadi pewaris budaya keramahtamahan Indonesia. Tak ragu lagi, saya cinta Indonesia!

Maria Shani Hapsari


Setelah menghabiskan 2 tahun di Eropa, tepatnya Belanda dan Swedia untuk mendapatkan dua gelar Master di bidang hukum, Shani akhirnya kembali ke Tanah Air. Ia menyelesaikan S1 di Jogjakarta dan mencintai kota itu sepenuh hati.

Comments

Popular Posts