Kisah Pendek si Kotak Hitam



Kotak hitam itu sudah berbulan-bulan bersandar di luar pagar rumahku, di atas kotak listrik berukuran besar dengan tulisan "Jangan sentuh. Berbahaya." Berbulan-bulan pula aku berpikir kotak hitam itu adalah bagian dari si kotak listrik. Maka aku tidak menyentuhnya, karena takut tersetrum.

Tapi kemudian aku mulai memperhatikan kotak listrik yang ada di belakang rumah tetangga-tetanggaku. Tidak ada satupun yang di atasnya ada kotak hitam. Aku jadi penasaran. Maka suatu hari, ketika sedang membersihkan halaman belakangku dari daun-daun kering, aku memutuskan menggunakan gagang sapu untuk menggeser si kotak hitam. Tak terlampau sulit ternyata. Kotak berukuran 30 cm x 20 cm x 10 cm itu tak lama sudah berpindah ke genggamanku. Tak kusangka, ternyata benda itu cukup berat. Padat. Tidak ada benda kecil atau lepas di dalamnya. Tak ada suara ketika kuguncang.

Kupanggil suami tercinta dan kuberikan kotak itu padanya untuk dilihat isinya. Aku masih sibuk menyapu daun-daun. Kudengar ia membuka kotak itu, mengeluarkan isinya, dan kemudian mengatakan, "Oh shit!!!"

"Apa? Apa isinya?" serta merta aku menengok dan berhenti menyapu. Suamiku sudah memasukkan kembali isi kotak itu. Hanya kulihat plastik bening menyembul dari atasnya. Suamiku bergeming. Rona wajahnya tidak pernah kulihat sebelumnya. Ia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Aku makin penasaran. Kudekati kotak itu dan kudapati sebuah tag dari besi mengikat plastik bening berisi pasir di dalamnya. Aku tercekat. Kini kami berdua bergeming.

Dalam sepersekian detik beragam pikiran berlari-lari di kepalaku. Tapi lalu aku tersentak dan mencoba mengambil alih situasi. Karena suamiku nampaknya tak bisa diharapkan. Aku bisa mendengar anak kami bertanya-tanya dengan bingung dari balik pagar, "Ada apa? Ada apa?" Rupanya dia bisa mencium kepanikan di dalam hening yang sedang dibagi kedua orangtuanya.

"Bukan apa-apa, sayang. Main lagi sana. Tidak ada apa-apa," jawabku berbohong. Aku dan suamiku berbagi pandang, lalu seakan dapat aba-aba, kami menghela napas panjang. Sambil berbisik aku meminta suamiku memberikan telepon genggamnya. "Kita bisa mencari tahu tentang nama tempat di tag besi itu dan pastinya mereka bisa mencari tahu pemiliknya," jelasku pura-pura tenang padahal gemetaran. Suamiku mengangguk sambil buru-buru memberiku teleponnya.

Aku menemukan nomor telepon tempat yang namanya kami temukan di tag besi itu. Kubisa merasakan jantungku berderap kencang seiring setiap nada dering.

Akhirnya, setelah nada dering keempat...

"Halo, Rumah Kremasi Penuh Cinta di sini. Apa yang bisa saya lakukan untuk Anda hari ini?" seorang perempuan bersuara empuk menjawab dengan ceria.




Comments

Popular Posts