Indonesia, Sampai Kita Berjumpa Pula
Sejenak lagi selesai sudah perjumpaan dengan Indonesia.
Mulai ngilu rasa di hati. Kata perpisahan mulai ditebar. Aku hanya bisa berkata
sepotong saja dan mendaratkan kecup di pipi atau peluk yang semoga cukup
hangat. Jika lebih banyak kata diumbar, maka air mata pasti akan membanjir. Aku
benci perpisahan.
Jakarta yang kusut, macet dan diselimuti kabut abu-abu
setiap hari ternyata masih membuatku terpana. Kota ini punya seribu satu
cerita. Kota ini punya seribu satu macam manusia. Mereka kutemui di dalam kendaraan
umum dan mobil pribadi, juga mall-mall megah dan warung pinggir jalan. Mereka
membuatku tersenyum, sedih, kesal, namun juga terbahak-bahak.
Banjir, gunung meletus, pembakaran hutan, kisah-kisah
korupsi, kekerasan pada anak, kampanye partai politik, dan kematian jadi
cerita-cerita yang kusaksikan selama berada di sini. Negara ini kusut masai
dengan masalah-masalahnya. Manusia-manusianya gerah dan gelisah, namun tak
sedikit juga yang pasrah dan berserah. Pilihan ada di tangan setiap insan. Tak
semuanya buruk tentang Indonesia. Aku percaya.
Sungguh sedih rasanya harus mengucap sampai jumpa. Dua bulan
bersama Ibu Pertiwi membuat ku sadar betapa banyak warna-warni yang sudah aku
lewatkan selagi merantau. Tetapi hidup
adalah tentang membuat pilihan dan untuk saat ini aku memilih berada nun jauh di sana. Andai
bisa kugabungkan semua yang baik dari dua dunia, tentu akan sempurna.
Tetapi hidup tidaklah seperti itu. Dan hidup berjalan terus, tidak menunggu.
Menjadi sentimentil hanya boleh sejenak saja. Karena selalu lebih baik melangkah maju.
Percaya pada cinta dan bertindak sesuai cinta. Semoga tidak akan pernah ada penyesalan.
Percaya pada cinta dan bertindak sesuai cinta. Semoga tidak akan pernah ada penyesalan.
Indonesia, sampai kita berjumpa pula. Aku mencintaimu, dulu, kini, nanti.
Comments
Post a Comment