Layar Terkembang: Perkembangan Terbaru



Buku Layar Terkembang akhirnya selesai saya baca pada hari Minggu yang lalu. Ada kepuasan dan perasaan kagum ketika selesai membaca buku itu. Luar biasa bagaimana kata-kata dapat membangkitkan emosi, mendorong mimpi.

Saya akan menahan diri untuk tidak membeberkan akhir dari cerita Layar Terkembang, karena saya yakin masih banyak yang belum pernah membaca buku ini dan akan membacanya. Meskipun demikian, menurut saya, akhir ceritanya cukup mudah ditebak.

Lebih menarik daripada akhir cerita adalah bagaimana Sutan Takdir Alisjahbana menceritakan pergulatan batin Tuti, salah satu tokoh utama yang merupakan perempuan pergerakan. Artinya ia menumpahkan hidupnya bagi organisasi, berusaha memberikan wacana dan pola pikir baru bagi perempuan-perempuan Indonesia di masa itu. 

Tuti keras menolak pernikahan yang mana perempuan harus menghilangkan dirinya demi untuk membuat suaminya bahagia. Tuti diceritakan menolak pinangan sebanyak 2 kali. Bukan tanpa dilema, karena pinangan yang kedua datang ketika ia sedang berada di dalam sebuah pergolakan batin mengenai cinta dan pernikahan. Rupanya ada ketakutan akan hidup yang sendiri dan sepi di masa depan. Ketika itu usia Tuti sudah 27 tahun dan adiknya, Maria sedang lekat berkasih-kasihan dengan seorang pria bernama Yusuf. Pria yang semangat, energi, minat dan cara berpikirnya sesungguhnya sama dengan Tuti. Tetapi Yusuf jatuh cinta pada Maria, gadis manis yang tidak menenggelamkan diri dalam soal-soal pergerakan, tetapi mencintai Yusuf sepenuh hati, dengan segala kelembutan seorang perempuan. 

Cerita ini menarik karena Tuti dibawa dalam sebuah perjalanan yang membuka matanya tentang hal-hal yang menjadikan seorang manusia, manusia. Tentang mencintai, tentang membuka diri, tentang melihat keadaan yang nyata, di mana perempuan sesungguhnya tidak selalu kalah ketika menikah. Bahwa pernikahan tidak selalu harus buruk dan mematikan jiwa. Tuti diceritakan sempat tinggal bersama sahabatnya yang sudah menikah di rumah mereka yang terletak di desa. Sahabatnya yang dulu sangat trendi ketika hidup di kota, ikut membajak sawah, menyingsingkan lengan baju, bahkan memakai caping untuk mendukung suaminya bertani. Mereka bekerjasama dan di sela-sela kehidupan bertani, sahabatnya itu menulis dan tulisan-tulisannya diterbitkan berbagai media cetak. 

Selain soal pernikahan, Layar Terkembang juga menyentuh soal filsafat dan agama, bahkan Tuhan. Tentu tidak terlalu dalam, tetapi cukup menyentil. Penulis berhasil memadukan romantisme, dengan hal-hal yang lebih serius. Bukan berarti saya mengatakan romantisme bukan soal serius, tetapi maksud saya di sini adalah hal-hal yang lebih besar daripada persoalan dua hati. 

Lebih daripada cerita dua insan manusia yang berkasih-kasihan, Layar Terkembang romantis lewat kata-kata yang dipergunakan dan intensi di balik ceritanya secara keseluruhan. Saya sih jatuh cinta. 

Comments

Popular Posts