Pagi di Cinere
Saya benar-benar sudah ada di Indonesia
Kiranya hari ini saya masih jet lag. Tidur belum teratur dan tak jelas kapan mata terasa berat, tetapi cukup lumayan, tadi pagi saya bangun pukul 5. Setelah gagal mencoba tidur lagi, saya bangun dan mengeluarkan selembar kain yang biasa dipakai ibu saya untuk yoga.
Saya menggelar kain itu dan mulai melakukan ritual yoga sederhana yang sudah hampir 6 bulan ini saya pelajari. Teras rumah saya pilih untuk melakukan beberapa gerakan sun salute dan peregangan sambil menghadap taman ibu saya yang saat ini lebih menyerupai hutan mungil. Betapa saya sangat mencintai pemandangan itu. Hijau di mana-mana, pohon cabai rawit sudah siap dipanen, dan saya dapat melihat plastik-plastik di atas pohon mangga, sebentar lagi mangga-mangga itu pun siap dipanen. Anjing saya tercinta, Oreo, menemani saya, sambil tidur. Ia terlihat sudah tua sekali dan saya masih merasa sama saja. Mungkin saya sesungguhnya juga sudah mulai menua.
Bersamaan dengan matahari yang mulai merayap keluar dari arah timur, lagu-lagu tukang roti mulai bersahutan. Ada beberapa lagu yang masih sangat familiar. Lainnya benar-benar bikin ingin tertawa, karena mereka memilih jingle yang terlalu ajaib. Lalu terdengar suara anjing menggonggong dari kejauhan, orang-orang yang jogging pagi dengan obrolan mereka, motor-motor tukang koran berseliweran, juga mobil-mobil yang penumpangnya berangkat beraktifitas. Saya pejamkan mata, menghirup segala bau, menyerap semua suara dan pada akhirnya diam menikmati sinar matahari pagi yang hangat di wajah.
Namaste.
Saya ada di Indonesia.
Kiranya hari ini saya masih jet lag. Tidur belum teratur dan tak jelas kapan mata terasa berat, tetapi cukup lumayan, tadi pagi saya bangun pukul 5. Setelah gagal mencoba tidur lagi, saya bangun dan mengeluarkan selembar kain yang biasa dipakai ibu saya untuk yoga.
Saya menggelar kain itu dan mulai melakukan ritual yoga sederhana yang sudah hampir 6 bulan ini saya pelajari. Teras rumah saya pilih untuk melakukan beberapa gerakan sun salute dan peregangan sambil menghadap taman ibu saya yang saat ini lebih menyerupai hutan mungil. Betapa saya sangat mencintai pemandangan itu. Hijau di mana-mana, pohon cabai rawit sudah siap dipanen, dan saya dapat melihat plastik-plastik di atas pohon mangga, sebentar lagi mangga-mangga itu pun siap dipanen. Anjing saya tercinta, Oreo, menemani saya, sambil tidur. Ia terlihat sudah tua sekali dan saya masih merasa sama saja. Mungkin saya sesungguhnya juga sudah mulai menua.
Bersamaan dengan matahari yang mulai merayap keluar dari arah timur, lagu-lagu tukang roti mulai bersahutan. Ada beberapa lagu yang masih sangat familiar. Lainnya benar-benar bikin ingin tertawa, karena mereka memilih jingle yang terlalu ajaib. Lalu terdengar suara anjing menggonggong dari kejauhan, orang-orang yang jogging pagi dengan obrolan mereka, motor-motor tukang koran berseliweran, juga mobil-mobil yang penumpangnya berangkat beraktifitas. Saya pejamkan mata, menghirup segala bau, menyerap semua suara dan pada akhirnya diam menikmati sinar matahari pagi yang hangat di wajah.
Namaste.
Saya ada di Indonesia.
Comments
Post a Comment