Tiga Puluh Satu: Kita Bukan Manusia-Manusia Cengeng!

31 (Tiga Puluh Satu)


Saya cinta Indonesia karena...
manusia-manusianya tangguh dan tidak cengeng.

Sebelum saya bicara tentang mencintai Indonesia, lebih baik saya paparkan apa definisi Indonesia menurut saya.

Indonesia adalah negara dan Tanah Air yang unik, baik secara geologis, maupun perjalanan sejarah.

Indonesia terletak di khatulistiwa dan secara geologis Tanah Air itu dipersatukan oleh interaksi tektonik yang kompleks. Pulau Sumatera dan Jawa terbentuk oleh vulkanisme, sedangkan Pulau Sulawesi merupakan sebuah triple junction yang tak lain merupakan gabungan dari beberapa bagian lempeng Asia, pasifik dan Australia. Saya bisa bercerita lebih lanjut tentang ini, tetapi sepertinya itu tidaklah penting. Intinya, Tanah Air kita terbentuk oleh sebuah proses geologi yang sangat unik.

Bangsanya sendiri dipersatukan oleh sejarah yang panjang dan kompleks. Puluhan hingga ratusan kerajaan yang dalam perjalanan sejarah kemudian bersatu di bawah satu payung bernama Nusantara. Sejarah bangsa dan Tanah Air ini tidak selalu indah dan menyenangkan. Saat ini pun, bagi saya, Indonesia berada di masa kelamnya.

Indonesia di dalam memori saya adalah negara yang sangat plural dan perbedaan dirayakan dengan damai. Manusianya mampu hidup berdampingan dan putra-putri Indonesia yang punya mimpi, bekerja keras untuk mendapatkannya. Bangsa ini bukan bangsa yang cengeng atau berkutat pada hal-hal yang cetek dan tidak penting. Saya punya teman-teman yang mengorbankan seluruh tenaga dan biaya untuk menggapai mimpinya dengan bersekolah. Mereka datang dari penjuru terjauh Indonesia, menumpang kendaraan apa saja dengan uang yang pas-pasan untuk mencapai Kota Bandung, tempat bakal sekolah mereka waktu itu berada.

Di tahun 2001, ketika saya masuk ke ITB, saya melihat orang-orang yang memiliki niat kuat untuk sekolah dan memang punya potensi diberi kesempatan lebih besar di universitas negeri. Saat ini jatah UMPTN kecil sekali di sekolah-sekolah negeri terbaik bangsa. Mereka yang punya uang lebih memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas tinggi. Padahal mimpi dan kemampuan untuk menjadi putra-putri terbaik bangsa tersebar hingga ke pelosok paling jauh di bumi Indonesia. Ini tidak adil bagi mereka yang tidak memiliki kemampuan ekonomi namun punya potensi. Ini sungguh tidak adil.

Banyak yang mencap orang-orang Indonesia sebagai orang-orang yang malas dan lembek. Tunggu dulu, pernahkah mereka melihat jutaan orang yang tiap hari berkendara berjam-jam di kemacetan Jakarta untuk mencapai dan pulang dari tempat kerja, dengan kendaraan-kendaraan pribadi, juga kendaraan umum yang sesungguhnya sudah tidak layak jalan? Pernahkah mereka melihat orang-orang yang bersedia bekerja apa saja untuk bisa membeli makanan bagi keluarganya, menyekolahkan anak-anaknya? Pernahkah mereka melihat manusia-manusia Indonesia yang pergi meninggalkan rumah dan keluarganya untuk bekerja di luar negeri, menjadi tenaga kerja kasar agar mereka dan keluarganya bisa mendapatkan kehidupan yang lebih baik, lalu kemudian disiksa atau dizalimi oleh majikan mereka di negara seberang?

Ketika menyelesaikan jenjang pendidikan S2 di Colorado, Amerika Serikat, saya beruntung bertemu dan berteman dengan teman-teman senegara yang bersekolah di universitas yang sama. Mereka kebanyakan mendapatkan beasiswa untuk pendidikan yang diterima. Orang-orang Indonesia di kampus saya itu adalah golongan murid-murid terbaik, mengalahkan siswa-siswa dari negara-negara lain. Kepada siswa-siswa perantauan yang mendapatkan beasiswa dan bekerja sekuat tenaga untuk menjadi yang terbaik di kelasnya, saya angkat topi. Sekali lagi terbukti, kita bukan manusia-manusia lemah atau bodoh.

Saya cinta Indonesia yang tangguh dan tidak cengeng. Dan saya percaya kita bukan orang-orang yang cengeng.

Pendiri bangsa ini percaya bahwa Indonesia dapat menjadi besar dan karena itu mereka berjuang. Kita tidak boleh lupa itu. Kita berhutang untuk paling tidak melakukan sesuatu yang positif bagi bangsa ini. Lebih baik sumbang setitik air susu di danau daripada tidak sama sekali. Setitik bila dilakukan oleh banyak orang pun bisa memenuhi danau yang luas itu. 

Begitu banyaknya kejadian tidak mengenakkan di Indonesia beberapa tahun belakangan. Kecewa adalah rasa yang wajar dimiliki, namun semoga kita semua bisa ingat bahwa mau bagaimanapun juga, muka kita muka Indonesia, KTP kita Indonesia, paspor kita Indonesia. Mau sebanyak apa pun uang yang dimiliki, mau pergi ke mana pun, kita tetap orang Indonesia. Jangan selalu melihat ke atas, membandingkan Indonesia dengan negara lain, tetapi lihat ke bawah, lihat ke dalam. Lihat saudara-saudara yang berbagi Tanah Air dengan kita, tidak memiliki kesempatan yang sama dengan kita, namun menjalani hidup dengan segenap tenaga dan niat untuk mencapai sesuatu yang lebih baik.

Aris Pramudito

Aris adalah seorang geolog dan TKI yang berdomisili di Houston, Texas. Ia penggemar berat Iwan Fals dan Slank. Ia juga suami saya tercinta.

Comments

Popular Posts