Dua Puluh Tujuh: Wasgitel
27 (Dua Puluh Tujuh)
Saya cinta Indonesia karena...
harmoni aneh; wangi, panas, sepet, legi, kentel.
Sebelumnya, satu hal yang perlu Anda ketahui: pada prinsipnya, saya nggak 100 persen cinta sama Indonesia.
Pada hal-hal yang memikat hati, seperti bau matahari, tanah basah, sambel terasi, batik, kue talam ijo, soto ayam, senyum-senyum tulus, laut hijau biru, pantai indah dan pulau-pulau terpencil yang nggak ada listriknya, gunung-gunung dengan langit biru, dan bau angin sebelum hujan di kampung saya yang khas--penuh dengan aroma tembakau--saya cinta setengah mati.
Dan pada hal-hal yang sangat prinsipil seperti pejabat yang mau nyari untung sendiri, FPI (Oh, f*ck you FPI!), polisi korup, transportasi kelas ekonomi yang tanpa harapan, asap kendaraan yang bikin semua orang mau beli mobil satu-satu buat seluruh anggota keluarganya, sampai acara-acara televisi yang absurd, oh well... I hate Indonesia so freaking much!
Dan pada satu tarik menarik perasaan benci dan cinta tersebut, pada akhirnya semua orang menyimpan rasa-rasa kangen yang aneh pada Indonesia.
Saya punya istilah kangen untuk ini (Dan istilah kangen ini saya dapatkan dalam sebuah perjalanan ke Tegal, akhir bulan kemarin) yaitu:
wasgitel.
Istilahnya sih memang saya dapatkan dari slogan papan reklame iklan teh poci di sepanjang jalan utama Tegal. Bukan tentang tehnya, atau reklamenya, tapi entahlah, mungkin karena suasana Tegal yang begitu Indonesia dalam perspektif saya dan nadanya, di telinga saya, membawa kesan harmoni yang aneh: wangi, panas, sepet, legi, kentel; yang secara pribadi sekonyong-konyong melemparkan memori-memori saya pada.. kehangatan masa kecil, kampung halaman, Ibu, pengalaman-pengalaman yang mendewasakan, dan hal-hal yang memikat hati dan membuat saya jatuh cinta.
...yang semuanya terangkum dalam eksistensi saya di Indonesia..
Dan, yah.. kurang lebih begitulah saya menggambarkan rasa saya dengan Indonesia, wasgitel, penuh harmoni aneh yang ngangeni.
Nissa Cita Adinia
Nissa adalah seorang penulis, pekerja sosial dan sahabat yang tiada dua. Semoga perjalanan pulang kampung ke Kediri tahun ini aman dan lancar, Gadis Bawang!
Saya cinta Indonesia karena...
harmoni aneh; wangi, panas, sepet, legi, kentel.
Sebelumnya, satu hal yang perlu Anda ketahui: pada prinsipnya, saya nggak 100 persen cinta sama Indonesia.
Pada hal-hal yang memikat hati, seperti bau matahari, tanah basah, sambel terasi, batik, kue talam ijo, soto ayam, senyum-senyum tulus, laut hijau biru, pantai indah dan pulau-pulau terpencil yang nggak ada listriknya, gunung-gunung dengan langit biru, dan bau angin sebelum hujan di kampung saya yang khas--penuh dengan aroma tembakau--saya cinta setengah mati.
Dan pada hal-hal yang sangat prinsipil seperti pejabat yang mau nyari untung sendiri, FPI (Oh, f*ck you FPI!), polisi korup, transportasi kelas ekonomi yang tanpa harapan, asap kendaraan yang bikin semua orang mau beli mobil satu-satu buat seluruh anggota keluarganya, sampai acara-acara televisi yang absurd, oh well... I hate Indonesia so freaking much!
Dan pada satu tarik menarik perasaan benci dan cinta tersebut, pada akhirnya semua orang menyimpan rasa-rasa kangen yang aneh pada Indonesia.
Saya punya istilah kangen untuk ini (Dan istilah kangen ini saya dapatkan dalam sebuah perjalanan ke Tegal, akhir bulan kemarin) yaitu:
wasgitel.
Istilahnya sih memang saya dapatkan dari slogan papan reklame iklan teh poci di sepanjang jalan utama Tegal. Bukan tentang tehnya, atau reklamenya, tapi entahlah, mungkin karena suasana Tegal yang begitu Indonesia dalam perspektif saya dan nadanya, di telinga saya, membawa kesan harmoni yang aneh: wangi, panas, sepet, legi, kentel; yang secara pribadi sekonyong-konyong melemparkan memori-memori saya pada.. kehangatan masa kecil, kampung halaman, Ibu, pengalaman-pengalaman yang mendewasakan, dan hal-hal yang memikat hati dan membuat saya jatuh cinta.
...yang semuanya terangkum dalam eksistensi saya di Indonesia..
Dan, yah.. kurang lebih begitulah saya menggambarkan rasa saya dengan Indonesia, wasgitel, penuh harmoni aneh yang ngangeni.
Nissa Cita Adinia
Nissa adalah seorang penulis, pekerja sosial dan sahabat yang tiada dua. Semoga perjalanan pulang kampung ke Kediri tahun ini aman dan lancar, Gadis Bawang!
Comments
Post a Comment