Dirgahayu Indonesia ke-65

Sampai juga di tanggal 17 Agustus 2010. Proyek yang saya mulai tepat satu bulan lalu akhirnya selesai. Tiga Puluh (30) Alasan Mencintai Indonesia berakhir menjadi Tiga Puluh Dua (32) Alasan Mencintai Indonesia. Saya akan merindukan kegiatan membaca dan mengedit tulisan teman-teman yang sudah berkontribusi.

Hari ini Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Houston mengadakan upacara bendera pada pukul 10.00 pagi. Saya hadir, meski telat beberapa menit dan sang saka merah putih sudah 3/4 jalan menuju puncak tiang bendera. Saya tidak mengikuti upacara dengan serius. Saya berdiri dengan kaki sedikit terbuka, kedua tangan terkepal menjadi satu di depan dan pikiran yang melayang-layang seiring setiap tahapan upacara.

Pidato pemimpin upacara membuat pikiran saya melayang paling jauh. Bapak Wakil Konsulat Jenderal yang bertugas sebagai pemimpin upacara bicara tentang nostalgia kemenangan bangsa Indonesia terhadap kuasa penjajahan, hingga berbagai macam kehebatan yang telah diraih bangsa Indonesia hingga saat ini, termasuk kehidupan politiknya yang demokratis dan pertumbuhan ekonomi yang luar biasa. Mengutip kata-katanya, beliau mengucapkan bahwa Indonesia kini sudah menjadi bangsa yang kokoh. Ada rasa sedih yang menancap di hati karena saya percaya bahwa bangsa Indonesia saat ini sedang dalam situasi yang kritis. Permasalahan yang terjadi di depan mata tidak dibahas, semua disimpan baik-baik saja, diiringi doa agar permasalahan cepat selesai. Tetapi tidak dibahas. Tidak pernah dibahas.

Di dalam 30 hari pelaksanaan proyek 32 Alasan Mencintai Indonesia, saya mendapatkan banyak reaksi dari teman-teman yang saya mintai bantuan. Mulai dari yang sangat antusias, mereka yang memberi jawaban, "Tapi gue gak cinta-cinta amat sama Indonesia.", sampai yang sama sekali tidak tertarik dan jelas-jelas menolak. Saya sangat menghargai pendapat mereka. Saya sangat bersyukur atas reaksi yang diberikan, antusiasme atau penolakan, semua sama baiknya. Terima kasih, teman-teman, atas pendapat yang kalian bagi, nostalgia, sentimen, sarkasme, kritik, kebanggaan. Semua menjadi bagian yang berharga bagi blog ini.

Dari teman-teman juga saya mendapatkan alasan-alasan baru untuk mencintai Indonesia dan mata yang terbuka terhadap ketidaksempurnaan yang dimiliki bangsa kita. Saya merasa sangat tersentuh atas pilihan beberapa teman yang mengungkapkan kemarahan dan kekecewaan mereka terhadap Indonesia, namun tetap memaparkan alasan mengapa mereka masih mencintai Indonesia. Terima kasih.

Kembali kepada hari ini, Selasa, 17 Agustus 2010. Setelah upacara bendera, saya kemudian melakukan beberapa hal. Salah satunya adalah makan siang di dalam sebuah supermarket Korea. Di food court dengan meja yang terbatas, sepasang suami istri Korea yang sudah lanjut usia berdiri di depan saya yang sedang menikmati makan siang. "Can we sit here?" tanya si istri. Tentu saja saya jawab boleh. Setelahnya baru saya terpikir betapa hal itu sedikit membuat canggung, karena keduanya duduk tepat di depan saya, seakan mereka sedang memperhatikan cucu berkulit gelapnya yang sedang makan siang.

Tapi lalu segala kecanggungan perlahan meleleh. Sang suami mulai membuka percakapan, "You like that?" Sambil menunjuk ke piring kecil yang berisi kim-chi. Saya mengangguk. "It's not too spicy for you?" tanyanya lagi. Saya kemudian menjelaskan bahwa saya berasal dari Indonesia dan makanan pedas adalah santapan sehari-hari kami. Si bapak kemudian malah makin semangat. Ia membeberkan pengetahuannya tentang Indonesia, seperti seringnya terjadi gempa bumi di negara kepulauan kita, juga tentang penduduk Indonesia yang mayoritas muslim, dan mengenai betapa indahnya Indonesia. "Indonesia is really beautiful," ujarnya. Berkali-kali. Suami istri ini pernah tinggal di Sydney, Australia selama 6 tahun dan sudah berada di Houston selama 30 tahun.

Beliau juga  bertanya banyak hal tentang Indonesia, seperti apakah ada angin puyuh di sana dan siapa yang membawa agama Islam ke Indonesia. Istrinya bertanya tentang jenis makanan yang ada di Indonesia, apakah makanan Indonesia menyerupai makanan Cina. Saya kemudian menjelaskan bahwa makanan Indonesia mendapat pengaruh dari berbagai macam negara, pedagang-pedagang dari Timur Tengah membawa agama Islam ke Indonesia dan bahwa kita pernah dijajah Belanda selama 350 tahun. Saya merasa perlu mengatakan soal penjajahan karena itu menjadi jawaban bagi pertanyaan soal makanan juga.

Pasangan suami istri itu kaget mendengar fakta penjajahan 350 tahun. Ditambah lagi 3,5 tahun oleh Jepang. Mereka menggeleng-gelengkan kepala, kemudian mengucap sesuatu dalam bahasa Korea. Sambil berbinar-binar saya kemudian mengatakan kepada mereka bahwa hari ini sesungguhnya adalah hari perayaan kemerdekaan kami. Sepertinya si bapak salah mendengar, karena ia kemudian menanggapi  dengan,  "Of course, Indonesia is a very strong country. Of course, independence." Saya yang tadinya berpikir akan diberi ucapan selamat, hanya tersenyum, enggan berusaha membenarkan.

Setelah pembahasan soal kemerdekaan, suami istri itu kemudian sibuk meniup kopi panas mereka dan membagi dua roti manis yang baru saja mereka beli. Romantis sekali. Tiba-tiba si bapak berkata, "Soekarno." Saya kembali berbinar-binar. "Yes, he was our first president." "I remember Soekarno. He always wear tall black hat. He is smart. Very smart man. Good man with charisma," ujar pria tua itu membeberkan memorinya tentang Bung Karno. Istrinya kemudian memberi informasi selingan tentang salah satu istri Bung Karno yang adalah orang Jepang. Saya mengangguk-angguk dan kesenangan sendiri.

Sepanjang pembicaraan tentang Presiden Pertama RI itu saya terus-menerus merinding. Terlihat jelas betapa pria Korea itu memiliki kekaguman terhadap Bung Karno. Nostalgia terhadap kejayaan masa lalu Indonesia terus-menerus disuntikkan kepada saya, bahkan oleh dua orang asing dari Korea. Entah, rasanya seperti sebuah konspirasi. Konspirasi untuk membuat saya tetap merasa Indonesia. Atau tepatnya, tetap INGIN merasa Indonesia.

Dirgahayu Indonesia. Indonesia tercinta.


Andini Haryani


Terima kasih kepada:

Ardhanari Prita, Arief Tri Satya, Anditry Carmina, Maria Shani Hapsari, Harditya Suryawanto, Patricia Adele, David Ivri, Kadek Bondan Mahendra, Andini Darmadi Nugroho, Muthia Soebagjo, Alfin Sulaiman Djambek, Rezanov, Ibam Arafi, Marcella Soendoro, Margareth Meutia Rasyid, Tuning Soebagjo, Adhitya Satriadi, Jaime Angelique, Danny Wicaksono, Fina Mutqina, Kelik Broto, Riza Adrian, Jack Popo, Annette Anhar, Handy Trinova, Nissa Cita Adinia, Muthiara Rievana, Vega Alfirina Afidick, Lasti Martina, Aris Pramudito, dan Marcia Eman.
 

Comments

Popular Posts