Jalan-Jalan ke Jagakarsa: Oleh-oleh dari Bens Radio

Ketika kuliah dulu, tersebutlah satu mata kuliah yang menjadi momok bagi mahasiswa-mahasiswa Komunikasi yang mengambil konsentrasi Jurnalistik di almamater tersayang, Universitas Pelita Harapan. Mata kuliah itu adalah Manajemen Media Massa.

Manajemen Media Massa menjadi begitu menyeramkan karena dosennya yang tergolong killer, yakni Albert Kuhon dan beragam tugas berat yang menyertainya. Project utama dari mata kuliah itu adalah menyusun sebuah proposal, lengkap dengan proyeksi balik modal untuk pembuatan media massa, baik cetak maupun elektronik. Sang dosen menjadi calon penanam modal yang pada akhir semester harus diyakinkan untuk menanamkan uangnya ke proyek yang kami ajukan. Kelas kemudian dibagi ke dalam beberapa kelompok dan ketika itu saya dan teman-teman satu kelompok kebagian "membuat" radio.

Langkah pertama adalah menentukan radio semacam apa yang ingin kami buat. Tentunya yang bisa menarik banyak pengiklan. Tapi radio macam apa yang bisa melakukan hal itu itu secara konstan? Tentulah radio yang memiliki banyak pendengar setia dan sesuai dengan target para pengiklan. Maka pertanyaan selanjutnya adalah siapa target pendengar yang dituju? Awalnya kami terpaku pada radio-radio yang biasa kami dengarkan saat pergi dan pulang kuliah. Radio yang sangat urban, moderen, dan mencap diri sebagai radio yang mengerti gaya hidup manusia-manusia Jakarta. Tapi tunggu, yang seperti itu sudah banyak sekali! Bahkan terlalu banyak! Hingga beberapa radio terasa tidak memiliki "kepribadian" dan perebutan kue iklan di antara mereka sudah terlalu intens. Maka kami kembali memutar otak.

Radio yang akan kami buat haruslah unik, punya ciri khas dan juga nilai lebih. Maka ketika seorang teman menyebutkan nama Bens Radio dan memaparkan data bahwa radio itu menempati peringkat tertinggi di Jakarta dalam hal rating, maka kami pun membuang jauh-jauh ide membuat radio berbasis gaya hidup kelas AB+ di Jakarta. Kami mulai mengulik radio-radio rakyat yang memutar lagu-lagu kecintaan rakyat dan tidak pongah mengaku-aku paham gaya hidup semua orang Jakarta.

Bens Radio menjadi kiblat bagi proyek yang kami buat 5 tahun yang lalu itu. Radio yang didirikan oleh almarhum Benyamin Sueb itu menyelamatkan dan membuat kami mendapat nilai A! Ya, si penanam modal yang killer itu dengan senang hati mau membiayai radio kami.



Maka ketika hari Senin lalu teman-teman GRIBS mengisi acara off air di Bens Radio, saya tergoda untuk menonton langsung, sekaligus melihat sendiri Bens Radio yang sudah membuat saya mendapatkan nilai A untuk salah satu tugas terberat selama kuliah.



Foto Benyamin sang legenda tersebar di seluruh area Bens. Di ruang siaran terdapat foto-foto Benyamin yang jelas-jelas sudah melalui proses digital imaging karena muka sang seniman Betawi ada di atas tubuh Bruce Lee, Terminator, hingga Spiderman! Hahaha.. Saya jadi rindu Benyamin. Kini radio itu dijalankan oleh putra Benyamin, yaitu Biem Benyamin.

Para penyiar Bens Radio senantiasa memakai dialek Betawi saat berbicara dengan para pendengar. Sapaan "Abang, None, Ncang, Ncing, Nyak, Babe" menjadi kekhasan radio ini. Anda pun hampir selalu bisa mendengar para penyiar saling beradu kata-kata lucu. Mereka lihai memilih kata-kata dari bahasa Indonesia atau Betawi. Ini lah yang membuat Bens unik dan berbeda dari radio-radio lain.







Benyamin mendirikan Bens Radio karena ia menginginkan kehadiran sebuah media massa yang dapat mengakomodasi kultur Betawi secara penuh dan adil di dalam kontennya. Di usianya yang ke-19 tahun, meski kini menempati posisi kedua dalam hal rating, Bens Radio sudah mendorong terlahirnya sebuah grup media yang terdiri atas 10 radio dan dapat ditemukan di Jawa Barat, Sumatera Selatan dan Sulawesi Selatan. Seperti halnya Bens Radio, setiap radio itu pun menggunakan dialek lokal dalam siaran-siarannya.



Open air stage di Bens Radio
Jika sedang ada pertunjukan, siapa saja boleh masuk dan menonton. Ketika kemarin berkunjung ke sana, ibu-ibu dari daerah sekitar datang untuk meramaikan acara.



Saya lupa apa nama band ini, tetapi perempuan-perempuan ini sungguh tahu caranya menarik perhatian para lelaki (dan perempuan).



GRIBS
Para lelaki ini juga tahu caranya menarik perhatian para perempuan (dan laki-laki). Ibu-ibu berjilbab yang menonton nampak terhibur, meski GRIBS membawakan lagu anti sinetron: "Sinetron Indonesia". Hahaha..



Di sebelah kiri adalah salah satu penyiar Bens Radio yang terkenal dengan nama "Cablak Macan Kumbang". Aih!




Comments

  1. Gak sengaja aku singgah dan membaca catatanmu, Andini.
    Salam!

    ReplyDelete
  2. Gak sengaja aku singgah dan membaca catatanmu, Andini.
    Salam!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pak Kuhon! Terimakasih sudah mampir! Semoga Bapak sehat dan baik kabarnya.

      Delete

Post a Comment

Popular Posts