It's a Miracle!
Di awal Oktober tahun ini aku menyaksikan sebuah keajaiban. Sungguh, baru kali ini aku melihat keajaiban dengan mata kepalaku sendiri. Seketika muncul kembali rasa percaya. Ternyata hal seperti itu ada di kehidupan nyata. Luar biasa.
Baiklah, mungkin sudah cukup imajinasi yang terbentuk di kepala Anda tentang keajaiban ini. Mungkinkah aku melihat kuda nil yang bisa menari balet? Tupai yang pandai menjahit? Atau hujan kodok dari langit? Nah, bila yang terakhir aku sebut itu terjadi, maka posting ini tidak akan terjadi, karena aku pasti sudah mati berdiri.
Bukan, kali ini bukan keajaiban yang menyangkut dunia binatang, tetapi aku menyaksikan, dengan mata kepalaku sendiri, sepasang manusia yang tetap menikah hingga usia pernikahan 50 tahun! Dan, percaya atau tidak, masih saling mencintai. Ini saudara-saudara, adalah sebuah keajaiban bagiku. Bila tidak demikian bagi Anda, maka bersyukurlah.
Tak perlu berpanjang-panjang soal fakta mengenai tingginya angka perceraian dewasa ini, atau pasangan yang pada akhirnya begitu saling membenci setelah bertahun-tahun (atau bahkan beberapa bulan) menikah, karena sudah cukup pahamlah kita tentang yang demikian itu. Lebih penting adalah bagaimana dua manusia yang baru saja berulangtahun perkawinan ke-50 ini bekerja keras selama setengah abad untuk mempertahankan janji mereka kepada Tuhan, negara dan satu sama lain. Bukan hanya sebuah prestasi yang amat sangat luar biasa, tetapi juga, sebuah inspirasi.
Pasangan ini boleh dianggap beruntung karena usia panjang dimiliki oleh keduanya. Tidak sedikit yang gagal melihat angka 50 dari lilin merah yang terpasang manis di atas kue taart mereka, karena salah satu keburu dipanggil Yang Punya Kuasa. Tapi selain keberuntungan, ada determinasi yang ditanamkan dengan sangat dalam oleh keduanya kepada pernikahan itu. Hasilnya? Dua manusia yang memiliki satu sama lain ketika anak-anak sudah dewasa dan memiliki keluarga mereka sendiri-sendiri. Dua manusia yang tumbuh tua bersama setelah dikunyah, dipontang-panting, kemudian dilepeh oleh hidup, namun juga bersama-sama menikmati manisnya madu yang disajikan hidup. Mereka mengalaminya berdua.
Entah sudah apa saja yang dialami oleh pasangan itu. Saya yakin mereka sudah pernah mengalami yang terburuk, meski mungkin hanya diketahui berdua. Setiap pasangan pasti menemui saat-saat paling kelam. Pilihannya hanya ada dua; bertahan atau hengkang. Berjuang atau menyerah. Mereka bertahan dan berjuang.
Sang Oma, yang tak lain adalah adik ipar Nenekku (Eyang Zus) pernah berkata padaku, "Apapun yang terjadi dalam pernikahanmu nanti, bertahan dan pertahankan. Lakukan semua yang kamu bisa untuk mempertahankannya. SEMUA." Terdengar seperti ucapan terakhir yang diberikan pemimpin pasukan kepada anak buahnya yang akan masuk hutan untuk berperang. Aku pun merasa bahwa medan perang lah yang akan aku masuki. Jika aku cukup gila untuk memilih berperang, maka aku harus cukup waras untuk mencari cara keluar dari sana hidup-hidup. Atau dalam hal ini, keluar dari sana BERDUA, hidup-hidup.
Happy 50th anniversary, Dear Opa Widi and Oma Anneke! Berkat kalian, aku telah mendaftarkan diri masuk masuk boot camp. Yak, saya bertekad jadi tentara yang pandai dan tangguh. Tentara yang bisa keluar dari medan perang dalam keadaan hidup, waras dan tidak kekurangan suatu apapun. Doakan saya!
Comments
Post a Comment