Hasil Buruan Hari Ini: Sisi Lain Si Binatang Jalang

Acara makan siang hari ini ternyata membawa saya kepada beberapa buku tua yang segera membuat jatuh hati. Acara "Bazaar Djadoel" sedang diselenggarakan di Citywalk Sudirman.

Salah satu buku yang saya temukan di sana dan kemudian, tentu saja, saya beli dengan seketika, adalah "Kerikil Tadjam dan Jang Terampas dan Jang Putus" oleh Chairil Anwar. Buku terbitan tahun 1949 itu berisi sajak-sajak Chairil yang dikenal untuk karya-karya seperti "Aku" (dalam versi awal juga dikenal dengan judul "Semangat" - seperti yang ada di dalam buku yang saya beli) dan "Krawang - Bekasi".

Sebuah karya di buku itu sukses membuat saya bergidik. Berkali-kali saya baca dan berkali-kali karya itu membuat saya ingin makan malam di akhirat dengan Chairil Anwar suatu hari nanti. Maka tanpa bermaksud mengurangi rasa hormat dan kekaguman saya terhadap pujangga yang karya-karyanya selalu sukses membakar semangat perlawanan ini, ijinkan saya menuliskan di sini karya tersebut.

FRAGMEN

Tiada lagi jang akan diperikan? Kuburlah semua ihwal,
Dudukkan diri beristirahat, tahanlah dada jang menjesak
Lihat keluar, hitung-pisah warna yang bermain didjendela
Atau nikmatkan lagi lukisan-lukisan didinding pemberian teman-teman kita.
atau kita omongkan Ivy jang ditinggalkan suaminja,
djatuhnya pulau Okinawa. Atau berdiam sadja
Kita saksikan hari djadi tjerah, djadi mendung,
Mega dikemudikan angin
- Tidak, tidak, tidak sama dengan angin ikutan kita..................
Melupakan dan mengenang -

Kau asing, aku asing,

Dipertemukan oleh djalan jang tidak pernah bersilang

Kau menatap, aku menatap

Kebuntuan rahsia jang kita bawa masing-masing
Kau pernah melihat pantai, melihat laut, melihat gunung?
Lupa diri terlambung tinggi?
Dan djuga
diangkat dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain
mengungsi dari kota satu kekota lain?
Aku sekarang djalan dengan 1 1/2 rabu.

Dan
Pernah pertjaja pada kemutlakan soal ...................
Tapi adakah ini kata-kata untuk mengangkat tabir pertemuan memperlekas datang siang? Adakah --

Mari tjintaku

Demi Allah, kita didjejakkan kaki dibumi pedat,
Bertjerita tentang radja-radja jang mati dibunuh rakjat;
Papar-djemur kalbu, terangkan djalan darah kita
Hitung dengan teliti kekalahan, hitung dengan teliti kemenangan.

Aku sudah saksikan
Sendja keketjewaan dan putus asa jang bikin tuhan djuga turut tersedu
membekukan berpuluh nabi, hilang mimpi dalam kuburnja.
Sekali kugenggam Waktu, Keluasan ditangan lain
Tapi kutjampurbaurkan hingga hilang tudju.
Aku bisa nikmatkan perempuan luar batasnja, tjium matanja, kutjup rambutnja, isap dadanja djadi gersang.

Kau tjintaku ---

Melenggang diselubungi kabut dan tjaja, benda jang tidak menjata,
Tukang tadah segala jang kurampas, kaki tangan tuhan ---
Bertjeritalah tjintaku bukakan tubuhmu diatas sofa ini
Mengapa kau selalu berangkat dari kelam kekelam
dari ketjemasan sampai ke-istirahat-dalam-ketjemasan;
tjerita surja berhawa pahit. Kita bertjerai begini ---
Tapi sudah tiba waktu pergi, dan aku akan pergi
Dan apa jang kita pikirkan, lupakan, kenangkan, rahsiakan
Jang bukan-penjair tidak ambil bagian.


Comments

Popular Posts