Saya [TIDAK] Malu Jadi Orang Indonesia

Saya tidak setuju pada siapapun yang menanggapi tragedi bom 17 Juli 2009 dengan kalimat: Saya malu jadi orang Indonesia!

Memang, tidak ada alasan untuk merasa bangga, tetapi kata yang lebih tepat dipakai adalah: sedih, kecewa, marah, atau muak! Tapi tidak malu! Kenapa di saat seperti ini kita harus merasa malu sebagai orang Indonesia? Apakah mereka yang merasa malu memiliki keterkaitan dengan perbuatan keji nan bodoh itu? Kalau tidak, maka tidak ada alasan untuk merasa malu! Apakah bapak, ibu, kakak atau adik mereka yang melakukannya? Om, Tante, keponakan, nenek, kakek, guru, dosen, atau pengasuh mereka ketika kecil yang melakukannya? Tidak juga? Lalu perasaan malu itu datang dari mana?

Tak jarang saya merutuki tindakan individu-individu sesama warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sehari-hari. Mulai dari pemakai jalan yang tak tahu aturan, pemakai kamar mandi yang tidak bisa antri, perusak hutan, sampai para koruptor. Saya tahu dengan pasti betapa kadang-kadang moralitas dan kualitas karakter individu-individu di negara ini bisa sangat dipertanyakan. Tetapi itu bukan saya. Itu bukan orang-orang yang saya kagumi dan saya hargai. Orang-orang yang dekat di hati saya dan memiliki rasa hormat dari saya tidak melakukan hal-hal itu dan mereka juga adalah orang-orang Indonesia. Dan mengucapkan kalimat: "Saya malu jadi orang Indonesia" adalah menggeneralisir semua manusia Indonesia sebagai keparat-keparat yang tak tahu diuntung.

Kejadian kemarin adalah tragedi yang terlalu menyedihkan. Tadi pagi saya bangun dengan harapan bahwa yang terjadi kemarin hanya mimpi. Tapi tidak. Saya buka detik.com dan membaca KOMPAS dan semua berita itu adalah kenyataan. Tidak bisa diubah, kita kembali harus menghadapi ujian mental sebagai bangsa. Kita harus kembali membangun kredibilitas dan mendapatkan kembali rasa percaya dari bangsa lain, dari teman-teman kita yang berbangsa lain. Kita harus kembali membuktikan bahwa kita bukan manusia-manusia barbar yang suka mengebom orang-orang tak bersalah demi nama agama, politik atau tai kucing lainnya.

Beberapa individu telah kembali memutuskan apa yang mereka pikir terbaik untuk bangsa ini, apa yang mereka pikir terbaik untuk kita, dengan cara paling kampungan, tolol, keji, jahat dan memuakkan yang bisa terpikir oleh otak mereka yang mungkin tak lebih besar dari kacang tanah. Tetapi kita bukan mereka. Kita tahu lebih baik. Apapun yang mereka bela, sama sekali tidak ada hubungannya dengan kita. Kalau kini kita mendapatkan imbasnya, maka sayang sekali, karena kita tidak bisa hanya mengeluh atau mengasihani diri. Kita, dengan sangat terpaksa, harus kembali membangun harga diri sebagai manusia-manusia beradab yang juga bagian dari Indonesia. Kita telah melakukannya berulang-ulang kali, tetapi rasanya memang itu adalah ujian yang tak kenal akhir.

Saya mungkin tidak selalu menjadi warga negara yang baik. Tidak jarang saya mengumpat pemerintah atau dengan sengaja menggambar tahi lalat dan kumis di foto presiden (wakilnya sudah punya kumis), tetapi saya tidak pernah malu jadi orang Indonesia. Saya, sebagai orang Indonesia, marah karena sekali lagi ada orang-orang tolol yang ingin jadi pahlawan karena merasa mengemban tugas "suci" untuk membela tai-tai kucing yang tak perlu dibela, membunuh serta melukai orang-orang tak bersalah, kemudian membawa-bawa kita semua ke dalam stigma teroris, untuk kesekian kalinya! Saya marah, tetapi saya menolak untuk merasa malu.

Tuhan tolong beri kedamaian dan keadilan pada semua korban yang terenggut dari hidup dan keluarganya karena bom itu.

Comments

Popular Posts