Kekerasan, Sayangnya Dalam Rumah Tangga

Seorang sahabat menelpon sore kemarin. Terbata-bata ia menceritakan kejadian yang dialaminya tiga malam yang lalu, di dalam rumahnya, di depan anaknya yang baru saja akan menginjak usia 2 tahun.

"Kita berantem parah, Din. Dia ngancem mau pergi dan gue panik memaksa dia supaya gak pergi. Gue berdiri di pintu, menghalangi dia keluar," ujarnya. "Lalu?" tanyaku tak sabar. "Ia nyeret gue ke kamar sambil nyekek leher gue, terus gue dibanting ke tempat tidur. Bolak-balik dia nyeret dan banting gue, karena gue bolak balik nyoba nahan dia untuk enggak pergi. Akhirnya dia ngunciin gue di kamar dan dia pergi," jelas sahabatku sambil sesenggukan. Aku pun jadi ikut menangis. Aku marah sekali. Sakit hati karena sahabatku diperlakukan seperti itu. Muak sekali karena masih saja orang menggunakan kekerasan untuk menghadapi persoalan apapun, bahkan yang berada di dalam rumah sekalipun dan lawannya adalah pasangan hidup, anggota keluarga, bahkan anak-anaknya. Sampah.

Tetapi selain marah, sakit hati dan muak, aku pun bingung dan sedih karena masih saja ada korban-korban yang bertahan dalam situasi-situasi kekerasan seperti ini. Begitu tidak adanya kah pilihan? Sahabatku memutuskan meninggalkan suaminya. Semoga ia kuat dalam mempertahankan keputusan itu. "Ini baru pertama kalinya, Din.. Sebelumnya dia tidak pernah kasar seperti ini. Dia enggak mukul, nampar atau nendang gue sih kemarin," ujar sahabatku. "Iya, tapi bukan itu ukurannya. Ketika elo sudah merasa terancam dan tersakiti, maka elo sudah mengalami kekerasan, bahkan kalau itu hanya dalam bentuk kata-kata atau tidak memberikan apa yang sudah menjadi hak loe," ujarku mencoba meyakinkannya. Orang yang sayang pada kita tidak akan menggunakan kata-kata atau tindakan untuk menyakiti kita.

Banyak pembenaran tolol yang bisa diberikan untuk tindakan si laki-laki. Mulai dari "mungkin suaminya lagi mengalami masalah berat" atau "temen loe aja kali yang cari gara-gara" atau "temen loe bawel kali". Saya benar-benar bisa naik pitam jika mendengar alasan-alasan itu lagi. Tidak ada pembenaran apapun untuk menyakiti dan berlaku kasar terhadap orang lain. Tidak ada!

Tetapi sudah saatnya juga bagi para korban, calon korban dan siapa saja untuk menjadi lebih teredukasi terhadap isu ini. Lindungi diri Anda, lindungi anak-anak Anda, lindungi mereka yang berada di sekitar Anda. Kadang-kadang kita membatasi diri karena tidak ingin mencampuri urusan orang lain, urusan keluarga lain, urusan suami istri. Jika sudah menyangkut kekerasan dan nyawa yang terancam, maka tidak ada lagi tabu yang perlu ditakuti. Itu sudah jadi urusan kita. Urusan sesama manusia.

Ketahui bahwa KDRT tidak hanya terjadi pada anggota kelas sosial tertentu, atau hanya pada perempuan, atau hanya pada anak-anak, atau hanya pada anggota dari agama tertentu, atau hanya di negara tertentu. Saya ingin menambahkan bahwa menurut saya, KDRT juga tidak hanya terbatas pada hubungan pernikahan, tetapi juga pada pasangan yang berpacaran dan tinggal bersama. KDRT terjadi di mana-mana, bahkan mungkin tepat di sebelah rumah Anda.

Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang berupa ruam, luka, bengkak dan bilur akan hilang bersama waktu, tetapi perasaan kalah, kecil hati, bahkan takut akan berada jauh lebih lama, juga bagi mereka yang menyaksikan kekerasan itu. Satu hal lagi, pelaku kekerasan biasanya akan merasa sangat menyesal setelahnya. Memohon, menangis, merengek untuk pengampunan, berjanji tak akan melakukannya lagi, melakukan apapun untuk meyakinkan si korban bahwa ia sudah berubah. Ya, sampai kali berikutnya, ketika nyawa mungkin saja melayang.

Berikut beberapa situs yang akan membantu Anda mendapatkan pengetahuan lebih mengenai Kekerasan Dalam Rumah Tangga:





Comments

Popular Posts