Baju


Sini, Nak. Duduk dekat sini. Mari bicara tentang baju mu. Ya, baju yang sedang kamu pakai itu.

Aku lihat kamu bangga sekali dengan baju itu. Bahkan begitu bangganya hingga kamu lupa kalau itu hanya baju. Dari yang kulihat, kamu sudah menganggap baju itu sebagai kulitmu, bagian tak terpisahkan yang sudah menjadi "kamu".

Ya, baju itu mungkin memang bagus. Tapi kamu lupa bahwa baju itu bisa dilepas dan memang harus dilepas pada saat-saat tertentu. Kamu lupa bahwa baju itu tak kamu beli sendiri, orangtua tercinta yang memberi dan memilihkannya untukmu. Mungkin karena baju itu bagus dan mereka juga memakainya, sehingga biar kompaklah seluruh keluarga. Tapi kamu ya tetap kamu, walau tanpa baju yang kamu bangga-banggakan itu.

Sudahkah kamu pergi ke toko di ujung jalan itu? Baju yang kamu pergunakan itu ada dalam berbagai warna. Ciamik sekali warna-warninya. Tapi ya seperti yang kukatakan tadi, mereka hanya baju.

Dan belum tentu baju yang kamu pergunakan itu warnanya cocok ketika dipakai orang lain. Karena itulah mungkin mereka lebih memilih warna yang lain. Atau orangtua mereka memilih warna yang lain. Apalah artinya, apalah bedanya? Toh kalian membelinya di toko yang sama. Harganya pun sama. Semua pun sama-sama terlihat bagus jika kita mau membuka mata dan hati untuk menerima warna apapun juga.

Kalau kamu buta warna mungkin lain soal. Semuanya akan terlihat sama bagus tanpa perlu berusaha membuat diri percaya bahwa semua warna itu bagus. Ketika semua hanya hitam dan putih, warna-warna lain tak akan ada arti dan pengaruhnya. Semua jadi sama indah atau sama buruk. Bukan begitu, Nak?

Sekali lagi, aku tahu bajumu bagus. Tetapi begitu juga baju si Udin dan Tuti. Tak perlulah kamu pongah berkoar-koar bahwa bajumu yang paling bagus. Itu hanya baju, Nak. Selembar kain berwarna yang dijahit kemudian dipergunakan untuk menutupi kemaluanmu. Itu bukan tiket terusan untuk membuat Udin dan Tuti merasa bingung dan takut karena tidak memakai baju yang kamu pergunakan. Asal kemaluan kalian tertutupi maka selesailah tugas baju itu.

Bagaimana, Nak? Kapan kamu akan berhenti berkoar tentang bajumu? Aku sudah bosan dan penat mendengar nasehatmu soal aku yang memilih telanjang. Lalu kenapa kalau aku telanjang? Mungkin baju di toko itu tak ada yang sesuai denganku. Biar saja kemaluanku tak tertutupi. Nanti biar ku pinjam bajumu kalau aku harus mengurus KTP di kelurahan.

Pergi sana, Nak. Bawa bajumu. Sana pergi bermain dengan Udin dan Tuti. Biarkan aku telanjang dengan tenang.

Comments

Post a Comment

Popular Posts