Tragedi Selasa Malam
Tanah Kusir - 10 Februari 2009 - 22.55 WIB
Mikrolet M11 dengan nomor polisi B 1669 YT menabrak seorang pengendara motor hingga jatuh dan tak sadarkan diri.
---------------------------------------------------------------------------------------------
Baru kurang lebih satu tahun terakhir aku intens menyetir sendiri. Sebelumnya selalu saja ada alasan untuk hanya menjadi penumpang. Mulai dari selalu tersedianya supir hingga tidak bisa menyetir. Bukannya tidak pernah belajar, tetapi sejujur-jujurnya aku memang tidak berani. Aku takut mencelakai orang lain. Jalanan seperti hutan belantara yang tidak kenal aturan dan tidak kenal ampun. Aku tidak pernah punya cukup nyali. Aku takut orang lain terluka karena kelalaianku.
Syukurlah hingga detik ini, setelah aku telah berhasil mengalahkan rasa takut dan khawatir, tidak ada yang terluka karena aku. Moga-moga akan selalu begitu.
Tetapi malam tadi aku menyaksikan suatu kejadian yang membuktikan betapa jalanan di Jakarta adalah hutan belantara yang tak kenal ampun. Sebuah mikrolet tanpa lampu tiba-tiba menyusul dan memotong jalanku di Tanah Kusir. Tak kupedulikan. Ia lalu berusaha menyusul beberapa motor yang berada di depan mobil ku. Ketika belum berhasil menyusul, dari arah berlawanan muncul mobil dan si mikrolet membanting setir ke kiri, menabrak salah satu motor. Keras! Pengendara motor seketika terpelanting dan terkapar di aspal.
Aku mengerem. Begitu juga motor dan mobil-mobil yang lain. Pacarku mengembalikan kesadaranku ketika dia berteriak-teriak menyuruhku mengejar mikrolet itu. Kami mengikuti si mikrolet hingga masuk ke sebuah jalan kecil di sisi rel kereta api. Sepertinya menuju ke perkampungan. Sama sekali bukan daerah yang familiar bagi aku, pacarku dan seorang teman kami yang berada di mobil juga. Semakin lama jalan semakin kecil dan penuh lubang-lubang besar. Gelap. Sampai di satu titik aku tidak berani maju lagi. Kepalaku sudah penuh dengan bayangan mengenai apa yang ada di jalan seterusnya. Apakah jalan buntu dengan kampung yang berpihak pada si mikrolet? Atau pool mikrolet yang penuh dengan teman-teman si pengemudi? Entah, yang pasti aku sudah terlanjur berpikir buruk.
Untuk beberapa saat pacarku menyuruhku untuk terus maju, tetapi aku menolak. Terlalu beresiko bagi kami. Apalagi hanya pacarku yang laki-laki di dalam mobil. Pacarku yang sudah terlanjur emosi tiba-tiba meloncat keluar dari mobil dan mengejar si mikrolet. *Adduuhhhh.. PR banget deeehhhh...* Sungguh, rasanya aku ingin pingsan saat itu juga. Ditambah lagi cukup lama kami menunggunya kembali dan batang hidungnya tidak kunjung muncul!
Setelah kurang lebih 10 menit menunggu dan berdoa akhirnya pacarku menelepon. Ia bertemu seorang pengendara motor dan mereka berdua mengejar si mikrolet. Ia kemudian menyuruhku bertemu dengannya di kantor polisi dekat Bintaro Permai. Setibanya di sana ia bercerita bahwa ada 4 orang di dalam mikrolet. Mereka kemudian kabur dan pacarku memutuskan melapor ke kantor polisi.
Tak ada wajah antusias atau bersemangat dari para polisi. Seperti biasa mereka mencatat nama dan nomor telepon si pelapor. tapi apakah akan dituntaskan? Entah. Semoga saja iya. Semoga negara ini belum sepenuhnya jadi hutan belantara tanpa aturan yang dipegang kuat. Semoga si pengendara motor paling tidak mendapatkan keadilan lewat tertangkapnya si mikrolet brengsek.
Sungguh, bukan hanya pada diri kita sendiri kita bertanggungjawab menjaga keselamatan. Tetapi juga terhadap pemakai jalan yang lain. Jalanan kan milik bersama, tak sepatutnya kita merasa lebih hebat dari yang lain.
Mikrolet M11 dengan nomor polisi B 1669 YT menabrak seorang pengendara motor hingga jatuh dan tak sadarkan diri.
---------------------------------------------------------------------------------------------
Baru kurang lebih satu tahun terakhir aku intens menyetir sendiri. Sebelumnya selalu saja ada alasan untuk hanya menjadi penumpang. Mulai dari selalu tersedianya supir hingga tidak bisa menyetir. Bukannya tidak pernah belajar, tetapi sejujur-jujurnya aku memang tidak berani. Aku takut mencelakai orang lain. Jalanan seperti hutan belantara yang tidak kenal aturan dan tidak kenal ampun. Aku tidak pernah punya cukup nyali. Aku takut orang lain terluka karena kelalaianku.
Syukurlah hingga detik ini, setelah aku telah berhasil mengalahkan rasa takut dan khawatir, tidak ada yang terluka karena aku. Moga-moga akan selalu begitu.
Tetapi malam tadi aku menyaksikan suatu kejadian yang membuktikan betapa jalanan di Jakarta adalah hutan belantara yang tak kenal ampun. Sebuah mikrolet tanpa lampu tiba-tiba menyusul dan memotong jalanku di Tanah Kusir. Tak kupedulikan. Ia lalu berusaha menyusul beberapa motor yang berada di depan mobil ku. Ketika belum berhasil menyusul, dari arah berlawanan muncul mobil dan si mikrolet membanting setir ke kiri, menabrak salah satu motor. Keras! Pengendara motor seketika terpelanting dan terkapar di aspal.
Aku mengerem. Begitu juga motor dan mobil-mobil yang lain. Pacarku mengembalikan kesadaranku ketika dia berteriak-teriak menyuruhku mengejar mikrolet itu. Kami mengikuti si mikrolet hingga masuk ke sebuah jalan kecil di sisi rel kereta api. Sepertinya menuju ke perkampungan. Sama sekali bukan daerah yang familiar bagi aku, pacarku dan seorang teman kami yang berada di mobil juga. Semakin lama jalan semakin kecil dan penuh lubang-lubang besar. Gelap. Sampai di satu titik aku tidak berani maju lagi. Kepalaku sudah penuh dengan bayangan mengenai apa yang ada di jalan seterusnya. Apakah jalan buntu dengan kampung yang berpihak pada si mikrolet? Atau pool mikrolet yang penuh dengan teman-teman si pengemudi? Entah, yang pasti aku sudah terlanjur berpikir buruk.
Untuk beberapa saat pacarku menyuruhku untuk terus maju, tetapi aku menolak. Terlalu beresiko bagi kami. Apalagi hanya pacarku yang laki-laki di dalam mobil. Pacarku yang sudah terlanjur emosi tiba-tiba meloncat keluar dari mobil dan mengejar si mikrolet. *Adduuhhhh.. PR banget deeehhhh...* Sungguh, rasanya aku ingin pingsan saat itu juga. Ditambah lagi cukup lama kami menunggunya kembali dan batang hidungnya tidak kunjung muncul!
Setelah kurang lebih 10 menit menunggu dan berdoa akhirnya pacarku menelepon. Ia bertemu seorang pengendara motor dan mereka berdua mengejar si mikrolet. Ia kemudian menyuruhku bertemu dengannya di kantor polisi dekat Bintaro Permai. Setibanya di sana ia bercerita bahwa ada 4 orang di dalam mikrolet. Mereka kemudian kabur dan pacarku memutuskan melapor ke kantor polisi.
Tak ada wajah antusias atau bersemangat dari para polisi. Seperti biasa mereka mencatat nama dan nomor telepon si pelapor. tapi apakah akan dituntaskan? Entah. Semoga saja iya. Semoga negara ini belum sepenuhnya jadi hutan belantara tanpa aturan yang dipegang kuat. Semoga si pengendara motor paling tidak mendapatkan keadilan lewat tertangkapnya si mikrolet brengsek.
Sungguh, bukan hanya pada diri kita sendiri kita bertanggungjawab menjaga keselamatan. Tetapi juga terhadap pemakai jalan yang lain. Jalanan kan milik bersama, tak sepatutnya kita merasa lebih hebat dari yang lain.
Comments
Post a Comment