Ibuku Pahlawanku
Hari ibu tahun 2014 terasa sangat istimewa. Bukan hanya karena di tahun itu aku sudah jadi seorang ibu, tetapi karena ibuku ada bersamaku. Ia penyelamatku.
Ibuku ada waktu aku menyadari bahwa aku hamil. Waktu itu ia sedang datang berkunjung selama 3 bulan. Ia langsung berniat untuk datang kembali ke Texas untuk menemaniku di bulan terakhir kehamilanku, juga ketika aku melahirkan, dan di minggu-minggu awal setelah melahirkan. Betapa ia menyelamatkan kewarasanku. Tanpa kehadirannya aku mungkin setengah mati kelelahan dalam menjalani hari-hari awal bersama anakku.
Kedekatanku dengan ibuku sudah terjalin sejak aku kecil. Ia sahabatku, belahan jiwaku. Tentu kami kadang berselisih pendapat, ngambek-ngambekan, atau mengkritik satu sama lain. Tetapi kami selalu tahu bahwa tidak ada satu hal pun yang dapat merubah kedekatan kami. Aku berpaling padanya untuk semua bahagia dan susah. Ia ada untukku, sekecil apapun masalah yang kumiliki. Ia tidak pernah menganggap masalahku terlalu kecil untuk didengar. Ia tidak menganggap sedihku terlalu sederhana untuk dihibur.
Ibuku juga ada di sampingku ketika aku terkena mastitis atau infeksi saluran susu. Ia menemaniku bolak-balik ke dokter, menjaga Lila ketika aku bertemu dokter, juga mengijinkan aku untuk beristirahat dalam upaya penyembuhanku.
Infeksi saluran susuku tidak membaik dengan segera. Bahkan setelah aku meminum antibiotik selama seminggu. Ketika aku datang ke dokter, ternyata infeksi itu sudah meningkat menjadi abses. Aku hampir memerlukan operasi untuk mengeluarkan nanah di balik kulitku. Aku ketakutan setengah mati. Dokter yang baik hati memutuskan untuk membuat dua lubang di atas bagian yang infeksi sebagai saluran untuk mengeluarkan nanah. Ia mencoba cara ini dan berharap aku tidak perlu operasi. Untuk menjaga supaya lubang itu tetap terbuka aku harus memasukkan selembar pita perban ke dalamnya. Sakit luar biasa. Ibuku yang perkasa melakukannya setiap pagi. Dimulai dengan permintaan maaf, ia lalu memasukkan pita perban itu dengan menggunakan tusuk kayu. Aku mungkin tidak akan sanggup melakukannya pada anakku. Tapi ibuku sungguh hebat. Ia menelan ludah, berpikir tentang kesembuhanku, dan menusukkan pita perban itu dengan cepat serta dalam. Kini aku sudah hampir sembuh. Kedua lubang itu masih terbuka, namun kini kebanyakan hanya darah yang keluar.
Aku sungguh bersyukur kepada Semesta karena Lila memiliki ibuku sebagai neneknya. Anakku sungguh beruntung! Aku sungguh beruntung. Ibuku punya kelembutan hati dan kemurahan hati yang luar biasa. Ia melakukan segala yang bisa ia lakukan untuk meringankan bebanku dan memberiku kesempatan untuk belajar menjadi seorang ibu dengan melihat contoh yang diberikan olehnya. Bukan hanya tentang mengurus Lila, tetapi melakukan semua (dan lebih lagi) dengan cinta yang membuncah. Dengan ketulusan dan totalitas. Ia membuat ketakutanku hilang dan memberiku rasa percaya diri. Ia percaya aku bisa menjadi ibu yang baik dan itu sangat berharga.
Ibuku adalah pahlawanku. Ibuku adalah pahlawan anakku. Aku sungguh berterimakasih kepada Semesta karena ia yang dipilih untuk jadi ibuku. Aku berterimakasih kepada ibu dari ibuku yang telah membentuknya menjadi manusia yang begitu luar biasa. Tiada warisan yang lebih berharga daripada kearifan dan cinta dari satu perempuan ke perempuan lainnya. Terimakasih, Eyang Uti. Tetapi terutama terimakasih ibuku. Aku bukan apa-apa tanpamu.
Ibu, aku mencintaimu!
Ibuku ada waktu aku menyadari bahwa aku hamil. Waktu itu ia sedang datang berkunjung selama 3 bulan. Ia langsung berniat untuk datang kembali ke Texas untuk menemaniku di bulan terakhir kehamilanku, juga ketika aku melahirkan, dan di minggu-minggu awal setelah melahirkan. Betapa ia menyelamatkan kewarasanku. Tanpa kehadirannya aku mungkin setengah mati kelelahan dalam menjalani hari-hari awal bersama anakku.
Kedekatanku dengan ibuku sudah terjalin sejak aku kecil. Ia sahabatku, belahan jiwaku. Tentu kami kadang berselisih pendapat, ngambek-ngambekan, atau mengkritik satu sama lain. Tetapi kami selalu tahu bahwa tidak ada satu hal pun yang dapat merubah kedekatan kami. Aku berpaling padanya untuk semua bahagia dan susah. Ia ada untukku, sekecil apapun masalah yang kumiliki. Ia tidak pernah menganggap masalahku terlalu kecil untuk didengar. Ia tidak menganggap sedihku terlalu sederhana untuk dihibur.
Ibuku juga ada di sampingku ketika aku terkena mastitis atau infeksi saluran susu. Ia menemaniku bolak-balik ke dokter, menjaga Lila ketika aku bertemu dokter, juga mengijinkan aku untuk beristirahat dalam upaya penyembuhanku.
Infeksi saluran susuku tidak membaik dengan segera. Bahkan setelah aku meminum antibiotik selama seminggu. Ketika aku datang ke dokter, ternyata infeksi itu sudah meningkat menjadi abses. Aku hampir memerlukan operasi untuk mengeluarkan nanah di balik kulitku. Aku ketakutan setengah mati. Dokter yang baik hati memutuskan untuk membuat dua lubang di atas bagian yang infeksi sebagai saluran untuk mengeluarkan nanah. Ia mencoba cara ini dan berharap aku tidak perlu operasi. Untuk menjaga supaya lubang itu tetap terbuka aku harus memasukkan selembar pita perban ke dalamnya. Sakit luar biasa. Ibuku yang perkasa melakukannya setiap pagi. Dimulai dengan permintaan maaf, ia lalu memasukkan pita perban itu dengan menggunakan tusuk kayu. Aku mungkin tidak akan sanggup melakukannya pada anakku. Tapi ibuku sungguh hebat. Ia menelan ludah, berpikir tentang kesembuhanku, dan menusukkan pita perban itu dengan cepat serta dalam. Kini aku sudah hampir sembuh. Kedua lubang itu masih terbuka, namun kini kebanyakan hanya darah yang keluar.
Ibuku adalah pahlawanku. Ibuku adalah pahlawan anakku. Aku sungguh berterimakasih kepada Semesta karena ia yang dipilih untuk jadi ibuku. Aku berterimakasih kepada ibu dari ibuku yang telah membentuknya menjadi manusia yang begitu luar biasa. Tiada warisan yang lebih berharga daripada kearifan dan cinta dari satu perempuan ke perempuan lainnya. Terimakasih, Eyang Uti. Tetapi terutama terimakasih ibuku. Aku bukan apa-apa tanpamu.
Ibu, aku mencintaimu!
Comments
Post a Comment