Sabtu di Kota!

Saya benar-benar sudah ada di Indonesia.

Sabtu pagi kemarin, sahabat saya Pat menjemput saya di Cinere pukul 7 pagi. Kami berencana menjelajah Petak 9, seperti yang pernah kami lakukan satu tahun yang lalu. Kemacetan di daerah Tanah Abang membuat kami baru tiba di Petak 9 pukul 9. Lebih sedikit.




Hal utama yang membuat kami selalu ingin kembali ke Petak 9 adalah Rumah Makan Bakmi Loncat yang berada di salah satu gang. Rumah makan ini begitu apa adanya, namun selalu saja ramai. Selain bakmi, juga dijual siomay, otak-otak, bakso goreng, juga swikiaw yang bentuknya menyerupai pangsit, tetapi berbeda secara isi. Lebih montok dan padat, kalau menurut saya si swikiaw itu. Saya selalu pesan bakmi dengan swikiaw isi udang. Udangnya renyah dan kremus-kremus. Itu kata yang tercipta di kepala saya saat menggigitnya.


Dari Bakmi Loncat, saya siap menyantap kue pukis yang ada dijual di depan deretan toko-toko obat di Petak 9. Bagi saya, kue pukis di tempat itu adalah yang terenak yang pernah saya makan. Itu pendapat pribadi saya, Anda boleh mencoba membuktikan sendiri. Tetapi sebelum kue pukis, Pat, sahabat saya, ingin membeli kopi luwak terlebih dahulu. Setelah bertanya kanan-kiri kami akhirnya menemukan sebuah kios yang menjual kopi tersebut. "Satu kilonya Rp.90.000,-, bisa digiling di sini," ujar di penjual. Pat membeli 1/2 kilo. Itu saja sudah banyak sekali. Pat tampak puas. Setelah kopi luwak, tentu saja kue pukis! Ada rasa cokelat dan keju. Masing-masing harganya Rp.3.000,-. Sedikit mahal, tapi saya sungguh rela. Si abang juga menjual kue lumpur, macaroni schotel goreng dan banyak lagi.




Puas terpapar debu dan asap di Petak 9, kami lalu kembali ke Jakarta Selatan. Rasa haus dan kepanasan membuat kami mampir ke HEMA di Jl. Kyai Haji Ahmad Dahlan. HEMA adalah restoran Belanda yang memiliki klaapertart enak sekali. Saya menikmati hidangan pencuci mulut itu dengan segenap hati. Kelapa muda super empuk yang ada di dalamnya dan bagian atasnya yang fluffy bertabur bubuk kayu manis adalah perpaduan yang sungguh sempurna.



Setelah mengucap sampai jumpa kepada Pat, saya lalu melanjutkan petualangan hari Sabtu dengan sepupu saya dan sahabat-sahabat kami. "Bagaimana kalau kita makan Bubur Mangga Besar saja di Kota?" usul seorang sahabat. Semua menyambut dengan gembira. Jakarta yang diguyur hujan jadi sejuk dan cocok untuk semangkuk bubur.





Saya ternyata pernah makan bubur itu, meski sebelumnya saya lupa. Anda dapat membaca cerita petualangan malam minggu saya dan bubur itu di: Malam Minggu, Ular dan Polisi. Bubur Mangga Besar ditemani beragam lauk, mulai dari ayam panggang, ayam tim, telur pitan, usus tim, rempela, ati, sawi asin, tahu, dan tentu saja cakwe. Tidak ada yang tidak enak dari semua makanan itu. Oh, dan jangan lupa teh liang-nya. Mantap! Total biaya yang kami habiskan untuk makan sampai super kenyang malam itu adalah Rp.334.000,- yang kami bagi 6.

Makanan adalah salah satu hal yang paling saya rindukan dari Indonesia. Sebenarnya, makanan dan suasana yang menyelimuti ketika menikmati makanan tersebut juga siapa yang menikmati makanan tersebut bersama saya.

Saya kenyang dan bahagia.

Saya ada di Indonesia.

Comments

Post a Comment

Popular Posts