Harta Karun

Saya suka buku. Saya suka baunya, saya suka memegang halaman-halamannya, saya suka membacanya. Buku adalah harta karun saya.

Karena iseng-iseng membuka blogs of note, saya menemukan blog An Apple a Day yang memberikan inspirasi untuk membuat posting ini. Saya langsung teringat pada koleksi buku tua tak seberapa yang saya miliki. Jumlahnya memang sedikit, namun setiap buku bagai harta karun bagi saya. Buku-buku ini sebagian pemberian orang, hasil berburu di pameran buku atau toko buku tua, serta hasil mengorek "sampah" orang lain yang entah kenapa ingin mengenyahkan buku-buku itu.


Koleksi yang tidak seberapa itu didominasi buku-buku karangan Pramoedya Ananta Toer, penulis yang paling saya kagumi. Memiliki buku-buku karangan Pram yang berasal dari era '50 dan '60an adalah keajaiban bagi saya. Buku-buku itu selamat dari penyisiran dan pelarangan peredaran yang pernah dilakukan pemerintahan Soeharto.



"Ditepi Kali Bekasi". Buku di sebelah kiri adalah cetakan kedua yang diterbitkan Balai Pustaka tahun 1957 dan yang di sebelah kanan adalah cetakan ketiga yang diterbitkan tahun 1962.





Buku tanpa tulisan atau gambar pada cover-nya ini berjudul "Realisme-Sosialis dan Sastra Indonesia (Sebuah Tindjauan Sosial)". Di halaman pertama, selain judul, juga tertulis:
Prasaran Dihadapan Seminar Fakultas Sastra, Universitas Indonesia, pada tanggal 26 Djan. 1963.

Disalin oleh:
Tatyana Ananta Toer
Dengan perbaikan atas kesalahan ketik dan ketidaksempurnaan stensilan. Pada bulan Juni 1980.

Di tahun 2003 saya berhasil mendapatkan Pramoedya untuk membubuhkan tanda tangannya di buku ini. Saya hampir pingsan karena dapat melihat dan bertatap muka secara langsung, sedangkan beliau sangat kebingungan karena saya bisa memiliki buku itu.




"Tjerita Tjalon Arang" ini diterbitkan pada tahun 1961 dan merupakan cetakan kedua. Pram juga menandatangani buku ini.



"Atheis" karya Achdiat K. Mihardja adalah salah satu buku terbaik sepanjang masa menurut saya. Buku yang saya miliki adalah cetakan keempat dan diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1960.





Ibu memberikan buku ini untuk saya. Dia menemukannya di tumpukan barang-barang bekas milik temannya yang akan dibuang. Buku Kama Sutra ini dicetak pada tahun 1944 dan hanya dijual kepada mereka yang terdaftar sebagai anggota profesi medis dan hukum, juga kepada mahasiswa psikologi dan sosiologi. Tulisan itu tercetak di halaman pertama buku tersebut, sebagai catatan penting dari sang penerbit dan syarat penjualan.




Saya langsung jatuh cinta pada buku ini pada saat saya menemukannya di sebuah pameran buku. Ditulis oleh Dr. Ir. Soekarno pada tahun 1947, buku yang saya miliki adalah cetakan ketiga dan diterbitkan pada tahun 1953. Buku ini mengenai kewajiban wanita dalam perjuangan Republik Indonesia.

Ijinkan saya mengutip kata-kata sang penulis di dalam buku tersebut:

Betul barang-barang keluaran paberik kini banjak didjual dipekan-pekan dan kedai-kedai, tetapi ia tidak dapat membelinja semuanja, karena tidak tjukup mempunjai uang. Betul industrialisme itu bagi siapa jang sedikit mampu, adalah satu hal yang meringankan hidup didalam banjak urusan sehari-hari, tetapi perempuan kaum bawahan itu tidak mampu membelandjai semua urusan sehari-hari itu. Maka oleh karena itu masih banjak sekali pekerdjaan rumah-tangga jang masih tetap mendjadi tanggungannja.

Tetap ia masih mesti membuat sendiri seribu satu barang jang ketjil-ketjil. Kedai-kedai penuh sigaret atau serutu bermatjam-matjam, tetapi ia masih tetap menggulung-gulungkan rokok bagi sang suami sampai ajam djantan hampir berkokok. Toko penuh dengan barang pakaian jang murah-murah, tetapi ia masih tetap menisik pakaian anaknja jang sudah amoh sampai djatuh tertidur, karena tak tertahan lagi kantuk matanja. Kedai dan toko sedia mengasih peringanan hidup matjam-matjam, asal sadja ada uangnya, tetapi justru uang inilah jang ia tak dapat adakan.

Sesungguhnja, -- telah hantjur tradisi jang membuat dia machluk pingitan dan machluk jang isi perutnja tergantung pada laki-laki sadja, tetapi masih tetap berdjalan tradisi jang membuat dia kuda-beban didalam rumah-tangga. Ia mendapat kemerdekaan, terlepas dari ikatan tutupan, tetapi kemerdekaan itu harus dibelinja dengan memikul dua beban jang hampir mematahkan tulang belakangnja. Kesehatannja selalu terganggu.

Comments

  1. Ini juga keren
    Buset elu tuh emang punya passion hebat terhadap buku ya

    ReplyDelete
  2. Hadiah terbaik yang bisa kita kasih dan terima adalah buku! Hehehe..

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts